sua
March 17, 2021

202103B.

↳ Siapa gerangan yang tidak dapat menikmati melihat orang Malaysia sipit bermulut bejat talking sh*t—secara harfiah—dengan salah satu dermawan terkaya di dunia? Tak lama kemudian, figur dibalik perusahaan piranti lunak penguasa pasar sistem operasi desktop di bumi tersebut meluncurkan sebuah buku setebal 230 halaman—yang katanya ringan dan mudah dicerna tanpa parade jargon—berjudul ‹How to Avoid a Climate Disaster,› mengobrol lagi dengan Trevor Noah dan Stephen Colbert. Saya pribadi tentu saja belum membacanya, namun sudah barang tentu dapat saya pastikan bahwa akan ada saja pihak-pihak yang mencibir ‹talk is cheap› dan ‹sultan mah bebas.› Jika boleh berpendapat, saya rasa justru planet ini butuh lebih banyak orang kaya sadar iklim yang benar-benar menaruh uang dimana mulutnya berada. Karena masalah global ini tidak akan bisa diselesaikan hanya oleh negara yang bisa saja berubah haluan tiap ganti kepala negara, contoh kasus misalnya seperti saat Amerika Serikat berakhir mundur dari Paris Agreement berkat ulah Donald Trump.


↳ Euforia Perseverance Rover membuat saya latah, apalagi setelah menonton film Ridley Scott The Martian yang utopis itu. Namun saya yakin akan datang era ketika proses terraforming benar-benar bekerja sesuai teori, dan ketika atmosfer Mars belum bisa dihirup oleh hidung manusia, kita masih bisa mengirim segerombolan android humanoid perintis, yang ganteng dan cantik macam Michael Fassbender dan Sonoya Mizuno. Yo my man Elon and Jeff… since Bill is taking care of the neighbourhood, I am counting on you guys for this sh*t.


↳ Uhm… More profanity? Yes, Please.


↳ COVID-19 membuat rencana tur reuni Rage Against The Machine serta dua rilisan terakhir Deftones—‹Ohm› dan ‹Black Stallion›—tidak berdaya dan kehilangan momentum, setidaknya dua video lumayan panjang diatas cukup menjadi pelipur lara penabur nostalgia. Lalu dua lagu remix dari album ‹Black Stallion,› yakni ‹Rx Queen› oleh Salva dan ‹Pink Maggit› oleh Squarepusher yang secara instan segera menjadi favorit karena sebuah alasan tunggal: nuansa glitchy-ness yang Aphex Twin-esque. Andai saja DJ Shadow menggunakan jari-jemari ajaibnya untuk memberi sentuhan turntablism sesuai era rilis asli ‹White Pony,› alih-alih musik trap yang sedang beliau gandrungi kini. Such an epic missed opportunity IMHO, big time.

(sua)