20230722.
Pada pertengahan bulan Juni lalu tetiba telinga kiri saya terasa seperti mengalami perubahan tekanan, serupa seperti ketika pesawat berubah ketinggian secara drastis, saat itu saya juga mendengar suara dengung selama beberapa waktu.
Sejak saat itu kemampuan mendengar saya berkurang. Saya telah mencoba menempelkan masing-masing daun telinga saya pada lubang gitar akustik kemudian memetik not yang sama, dan hasilnya memang terdengar berbeda pada masing-masing sisi telinga. Pada telinga kanan terdengar volume normal, pada telinga sebelah kiri terdengar lebih lirih. Jika diperkirakan secara kasar barangkali menjadi tinggal sekitar delapan puluh persen dibandingkan sebelumnya.
Istri saya berasumsi hal ini terjadi karena saya terlalu sering menggunakan headset dengan kencang, meski tak sampai volume maksimal. Namun asumsi tersebut agak susah saya telan mentah-mentah sebab semua headset pastinya memiliki volume yang seimbang antara sebelah kiri dan kanan, sementara anomali yang saya alami ini hanya terjadi pada salah satu sisi telinga. Sungguh aneh tapi nyata, bukan?
Penurunan performa telinga ini adalah salah satu dari dua deteriorisasi fisik yang saya baru alami dan sadari, yang pertama adalah penurunan performa mata yang kini sudah mulai kesusahan membaca tulisan yang berjarak agak jauh, yang saya asumsikan gegara saya terlampau sering memandang layar komputer dengan jarak yang terlalu relatif dekat. Kemajuan teknologi modern yang positif selalu saja dibarengi pula dengan efek samping negatif. Sungguh ironis serta menyebalkan, bukan?
Waktu berlalu dan kini telah sampai pada pertengahan bulan Juli, perbedaan performa telinga kiri dan kanan sudah tidak lagi saya rasakan. Entah karena kondisinya kembali membaik seperti semula, atau indera pendengaran saya sudah pasrah menerima keadaan lalu kemudian beradaptasi. Terus terang saya tidak pernah tahu, dan belum ingin mencari tahu.
Pada suatu hari saya mencoba memakai kaca mata seorang kawan yang tergeletak di meja, lalu saya coba untuk membaca tulisan tanda peringatan pada kertas yang tertempel di dinding yang berjarak sekitar empat meter. Secara mengejutkan, saya bisa membaca tulisan tersebut dengan jelas, padahal tadinya agak buram ketika belum memakai kacamata. Kawan saya mengatakan bahwa saat terakhir kali periksa mata, dia divonis minus satu, namun dia rasa angka itu sekarang sudah naik lagi karena kacamatanya tersebut kini sudah mulai kurang memadai.
Sedangkan saya, antara pasrah dan bebal, masih akan mencoba beradaptasi dan sebisanya menghindari ketergantungan akan alat bantu macam kacamata atau alat bantu dengar. Saya masih merasa yakin—dan sekaligus pula bebal—bahwa saya masih mampu mengatasi hal ini, meskipun jargon self healing pribadi yang berbunyi «tidur akan menyembuhkan segalanya» barangkali tidak akan terlalu manjur untuk urusan ini.
Saya akan menyenandungkan bagian pertama lirik lagu Gloria Gaynor yang dipopulerkan kembali oleh Cake pada masa remaja saya dulu, «at first I was afraid, I was petrified» kemudian lanjut ke bagian «I’ve got all my life to live, and I’ve got all my love to give, I will survive.» Menghibur diri sendiri adalah hal yang sah-sah saja, bukan?
(sua)