sua
April 29, 2021

Prst.

(sumber gambar)

Dimulai sejak saat berita film «Parasite» menang Oscar menghebohkan seantero jagat maya, saya dan istri sudah mempertimbangkan untuk menonton film arahan Bong Joon-ho tersebut. Namun hingga kini, beberapa bulan kemudian, kami masih belum juga menontonnya karena paranoia akan cerita yang tidak mudah dicerna. Tiap kali kami memiliki waktu berdua untuk menonton, saya selalu saja berhasil membujuk istri untuk menyimak sejenak trailer beberapa film lain yang jamak direkomendasikan.

↳ Film pertama yang berhasil mengalihkan pandangan istri saya dari «Parasite» adalah «Enola Holmes,» sesederhana karena istri saya telah terpuaskan oleh dua film «Sherlock Holmes» terakhir, sayapun juga kebetulan masih cukup terpuaskan oleh Guy Ritchie yang semakin subtle saja ciri khas penyutradaraannya. Jadi, secara otomatis, istri saya dijamin akan antusias jika disodori apapun yang mengandung nama belakang Holmes.

↳ Film kedua adalah «I’m Thinking Of Ending Things» yang trailernya terlihat cukup menarik, tanpa memberi kesan apapun bahwa karya Charlie Kaufman ini akan berisi banyak bagian absurd, yang mustahil dapat segera dipahami dalam sekali tonton, apalagi penonton dengan wawasan literasi barat yang hampir tidak ada sama sekali. Pelajaran moralnya adalah, jangan pernah lagi mudah tertipu trailer film Charlie Kaufman, kecuali mengandung nama besar macam John Malkovich atau Jim Carrey.

↳ Film ketiga adalah «Minari.» Tanpa banyak elevator pitch, istri saya langsung sold ketika saya tunjukkan rekaman ketika Alan Kim spontan menangis terharu gembira di depan kamera sambil mencubit pipinya sendiri. Untuk sebuah alasan tertentu yang menjadi rahasia ilahi, Istri saya memang serba suka segala yang memiliki karakteristik sipit dan tembem.

↳ Film Keempat adalah «The Pretty Boys,» yang meskipun agak absurd namun mengandung dua nama besar yang kerap tertangkap oleh indra penglihatan dan pendengaran kami dalam banyak kesempatan. Bahkan tanpa perlu dibayar oleh Vincent maupun Desta, dengan ini saya dengan penuh kesadaran, tanpa pengaruh psikotropika, dengan tulus merekomendasikan film komedi penuh satir arahan Tompi ini untuk ditonton, setidaknya sekali dalam seumur hidup, sebab film nasional macam ini sekarang sudah jarang sekali ada yang buat, tentunya kecuali oleh para sineas indie garis keras dengan budget produksi yang tak terlalu jadi masalah jika tak kembali.

Hingga milidetik terakhir ketika tulisan ini diterbitkan, penulis dan pasangannya masih bimbang soal kapan dan dimana akhirnya akan menonton film «Parasite.» Tidak mungkin besok, karena besok adalah May Day, dan May Day terlalu seru untuk dilewatkan dengan menonton film, biasanya reportase demonstrasi di televisi lebih seru dari film apapun. Namun penulis bisa saja salah, karena kombinasi efek berpuasa dan dampak COVID-19 mungkin saja membuat kawan-kawan pejuang buruh terlampau lapar untuk berdemonstrasi.

(sua)