20210511.
Pagi hari ini dihiasi dengan the usual drill, mengulangi ritual Sparta 300, menyunting sedikit templat HTML di sana-sini demi memutakhirkan domain yang baru saja terkena imbas crack down, serta mengunggah ulang site image demi menyamaratakan tampilan gambar OpenGraph serta Twitter Cards. Saya mulai menanggalkan logo ‹ج› dengan logo ‹sua.ist› versi vertical stack, sedangkan logo yang dipakai di blog berbasis Teletype ini adalah yang versi ligature. Kenapa berbeda? Well, let’s keep that story for another day.
Lalu, entah kenapa, dengan ceroboh saya telah menghapus pengaturan lokal pada peramban Google Chrome saya, sehingga segala koleksi ekstensi esensial saya lenyap seketika. Butuh waktu beberapa lama bagi saya untuk mengembalikan mereka hampir seperti semula, saya bilang hampir karena ada beberapa yang saya masih lupa namanya, saya hanya terbiasa menghafalkan ikon-ikonnya, itupun riskan berubah ketika pengembangnya memutuskan untuk memutakhirkannya.
Mengenai perihal crack down yang saya tulis pada paragraf pembuka entri ini, semuanya dimulai ketika AFNIC memperketat prosedur pendaftaran domain yang berada dibawah tata kelola mereka, yakni TLD .fr, .re, .yt, .tf, .pm, .wf. Kebetulan sekali, melalui sebuah penyedia jasa pendaftaran domain di Indonesia yang bernama Qwords, saya sempat mendaftarkan tiga domain dengan ekstensi-ekstensi tersebut, tepatnya logo.tf, ayu.pm, serta dsgn.re. Alasan saya sederhana saya, harganya naudzubillah murah meriah, masing-masing hanya seratus dua puluh ribu rupiah per tahun.
Di luar dugaan, tanpa pernah saya sangka sama sekali, pihak AFNIC tetiba mengirimkan surel pemberitahuan bahwa domain-domain tersebut sebenarnya hanya bisa didaftarkan oleh pendaftar yang memiliki bukti kewarganegaraan Perancis. Sebagai seorang warga negara Indonesia yang sekadar mengenal negara Perancis lewat Justice dan M83, saya hanya bisa mengo mingkem dan tak berkutik ketika tenggat waktu yang diberikan terlewati. Walhasil, domain-domain yang sebelumnya telah berhasil didaftarkan oleh seorang bernama pribumi ini akhirnya di suspend lalu segera menjadi tidak aktif meski belum genap merayakan ulang tahun yang pertama.
Kini nasi telah menjadi bubur, dan pil pahit merah telah ditelan oleh Neo, saatnya tekan tombol rewind. Untungnya saya telah menemukan TLD alternatif yang masih relatif murah meriah untuk dipakai dalam jangka waktu yang panjang, yakni .lv milik negara Latvia. Situs pribadi istri saya yang sebelumnya dapat diakses lewat ayu.pm sekarang berada pada alamat URL ayu.lv, sedangkan redirection URL milik saya yang tadinya adalah dsgn.re sekarang telah berganti menjadi dsgn.lv, yang sah-sah saja bila dibaca diinterpretasikan sebagai ‹design love› minus huruf-huruf vokal. Saat tulisan ini diterbitkan, domain dsgn.re masih belum di suspend, namun sudah bisa dipastikan nasibnya serupa dengan Krisdayanti yang tinggal menghitung hari.
(sua)